Bung Karno Tak Berniat Bikin Gedung Mewah Ini Untuk Anggota DPR.


Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) ngotot agar Pemerintah menyetujui pembangunan gedung baru. Pembangunan ini perlu dilaksanakan mengingat beberapa ruangan sudah tak lagi memadai untuk digunakan, apalagi jumlah anggota yang terus bertambah setiap lima tahun sekali.

Untuk merealisasikannya, DPR telah menyiapkan tujuh proyek dengan anggaran sebesar Rp 2,7 triliun. Angka ini cukup besar dibandingkan wacana serupa pada 2010, saat itu DPR mengajukan dana Rp 1,1 triliun, pengajuan ini ditolak mentah-mentah oleh Presiden SBY.

Ketika Soekarno memerintah, Sang Putra Fajar ini tak pernah membangunkan sebuah gedung khusus untuk dipergunakan lembaga legislatif. Alhasil, dalam menjalankan tugasnya, DPR selalu berpindah-pindah bangunan sebelum akhirnya menempati bangunan yang terletak di Jl Gatot Subroto, Gelora, Tanah Abang, Jakarta Pusat.

Selama Orde Lama, KNIP semula menempati Gedung Schouburg dan menggelar sidang pertama di tempat ini. Bangunan ini sekarang menjelma menjadi Gedung Kesenian Jakarta. Usai pengakuan Belanda, anggota DPR hasil Pemilu 1955 terpaksa menggelar sidang di gedung bekas Sociteit Concordia (Gedung Merdeka), Bandung, Jawa Barat.

Baru pada 8 Maret 1965, cikal bakal gedung parlemen dibangun. Lewat surat Keputusan Presiden (Keppres) No.48/1965, Soekarno memerintahkan Menteri Pekerjaan Umum dan Tenaga (PUT) Soeprajogi membangun political venues di Jakarta. Proyek ini bersebelahan dengan Gelanggang Olahraga Senayan, namun bukan berarti bangunan ini diperuntukkan bagi anggota DPR.


Kala itu, Soekarno bermaksud menggelar Conference of the New Emerging Forces atau disingkat Conefo. Conefo sendiri merupakan wadah bagi negara-negara komunis, sosialis, dan Amerika Latin. Tindakan ini diambil setelah Indonesia keluar dari PBB dan bersikap agresif terhadap Malaysia yang baru dimerdekakan Inggris.

Pembangunan mulai dilaksanakan sejak Maret 1965 dimulai dengan pembuatan maket. Tiang pertama baru dipancangkan pada 19 April 1965. Pada waktu itu, gedung yang disebut Gedung Kura-kura tersebut dianggap sangat megah.

Belum sempat selesai, pembangunannya tertunda akibat peristiwa G30S, Conefo pun gagal dilaksanakan.

Pembangunan lantas diambil alih pemerintah Orde Baru. Di bawah kepemimpinan Soeharto, gedung ini difungsikan untuk keperluan parlementer hingga akhirnya diserahkan secara penuh kepada MPR/DPR pada 1968.

Gedung ini dibangun di atas lahan seluas kurang lebih 60 ha dan terletak di Jl Gatot Subroto. Di komplek ini terdapat Museum MPR-DPR, yang mengoleksi dokumen-dokumen yang telah dihasilkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dan Dewan Permusyawaratan Rakyat (DPR).



*berbagai sumber
0 Komentar untuk "Bung Karno Tak Berniat Bikin Gedung Mewah Ini Untuk Anggota DPR."

 
Copyright © 2015 Baca Berita - All Rights Reserved
Template By Kunci Dunia
Back To Top